Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)
hauro.aljannah@gmail.com
Prnewspresisi.com–MANUSIA dianugerahi Allah naluri untuk saling mencintai, termasuk dengan lawan jenis. Maka, ketertarikan bersifat jinsiyah antara laki-laki dan perempuan menjadi sebuah keniscayaan yang tak bisa dielakkan. Namun, Islam memiliki rambu-rambu dalam menyalurkan ketertarikan atau rasa cinta antara laki-laki dan perempuan tersebut, yakni dengan ikatan pernikahan.
Banyak pasangan mendamba pernikahan bahagia, sebagaimana memang Islam menggariskan tujuan pernikahan adalah untuk meraih sakinah mawadah warahmah. Namun, realitanya terkadang tak sesuai harapan. Begitu banyak kerikil dalam perjalanan pernikahan, bahkan badai besar yang mengguncang keutuhan rumah tangga.
Taburan bunga asmara yang di awal pernikahan begitu bermekaran menghiasi hari-hari, di tahun-tahun pernikahan yang menginjak usia belasan bahkan puluhan, semuanya layu bahkan mati. Kehangatan dalam rumah tangga hampir tak lagi terasa. Yang setiap hari ada hanyalah rutinitas pekerjaan suami dan istri.
Mengapa itu semua bisa terjadi? Bukankah kualitas sebuah pernikahan adalah salah satu penentu kualitas generasi yang lahir di dalamnya? Sudah selayaknya kita mengevaluasi diri, bisa jadi faktor-faktor inilah yang menyebabkan pernikahan yang kita jalani tak lagi terasa manis seperti awal.
Pertama, kurangnya komunikasi antara suami dengan istri.
Ya, banyak pasangan yang kehilangan moment mengobrol, mereka disibukkan dengan gadget. Sehingga meski raga berada dekat, namun hati dan jiwa tak lagi saling terhubung. Padahal mengobrol merupakan aktivitas penting dalam membangun keharmonisan rumah tangga.
Apalagi bagi seorang istri, diajak mengobrol oleh suaminya merupakan kenikmatan yang dapat menghapus penatnya karena seharian melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Tetapi sayangnya banyak suami yang mengabaikan kebutuhan mengobrol ini.
Jangankan menanggapi cerita istri, sekadar mendengarkankannya saja mungkin malas. Pada akhirnya, kurangnya komunikasi inilah yang akan memunculkan bibit-bibit kegersangan dalam rumah tangga.
Kedua, jarang atau bahkan tidak pernah meluangkan waktu pergi berdua saja bersama pasangan.
Kesibukan masing-masing, apalagi ketika sudah dikaruniai anak, pergi berdua dengan pasangan mungkin sudah tak pernah lagi dilakukan. Padahal justru inilah kunci merekatkan hubungan antara suami istri. Apa salahnya meluangkan waktu berdua sebentar saja dengan pasangan tanpa membawa anak-anak, misalnya makan malam berdua di luar.
Ketiga, memanggil istri dengan panggilan yang buruk atau tidak disukai.
Padahal memanggil dengan panggilan yang disukai istri dapat melekatkan rasa cinta dan juga kehangatan dalam hubungan rumah tangga. Ini sunnah Rasulullah saw.
Sebagaimana beliau pun memanggil sang istri, Aisyah r.a dengan sebutan Humaira artinya yang berpipi kemerah-merahan. Inilah salah satu bentuk romantisme dalam pernikahan. Bukan malah sebaliknya, memanggilnya istri dengan panggilan yang buruk, jelas ini bukan adab yang baik dalam kehidupan berumah tangga.
Keempat, saling menutupi aib pasangan.
Ketika berkumpul dengan teman atau keluarga, sudah menjadi hal yang alami jika obrolan begitu mengalir ke mana-mana, bahkan tanpa sadar mungkin kita membicarakan aib pasangan kita. Padahal jelas hal tersebut dilarang dalam Islam.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 187, “….mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka”. Imam Nawawi dalam Tafsir An-Nawawi juz 1 halaman 49 menjelaskan makna pakaian tersebut adalah saling menutupi keburukan (aib).
Kelima, tidak lagi perhatian.
Sangat banyak pasangan suami istri yang sudah menikah belasan bahkan puluhan tahun menjadi saling cuek satu sama lain. Bahkan untuk memberi kabar saat bepergian saja tidak dilakukan. Padahal perhatian-perhatian kecil sekali pun akan dapat menumbuhkan cinta setiap hari. Sekadar menanyakan, “Apakah kamu sudah makan?” jelas mampu membuat pasangan kita merasa dipedulikan.
Perhatian juga bisa berbentuk perbuatan, misalnya suami tiba-tiba membantu istri dalam pekerjaan rumah karena melihat istri kerepotan mengurus anak. Jika perhatian-perhatian kecil dalam rumah tangga tetap dilakukan, yakinlah akan selalu bersemi bunga-bunga cinta di dalamnya.
Demikianlah beberapa faktor yang dapat memudarkan kehangatan dalam rumah tangga. Maka, sudah selayaknya kita memperhatikan hal-hal tersebut yang mungkin selama ini terabaikan. Ingatlah, bahwa pernikahan yang bahagia akan mampu melahirkan anak-anak yang juga bahagia dan baik perkembangan emosionalnya. Bukankah kita mendambakan generasi berkualitas untuk membangun peradaban cemerlang di masa depan? Jadi, mari perbaiki pernikahan kita, ciptakan cinta setiap harinya.***