Oleh : Dedi Hermanto
(Guru SMPn 5 Lembang Jaya Kab.Solok)
Solok,PRnewspresisi.com–Prilaku anak tidak bisa diabaikan dari faktor keturunan atau bawaan lahir. Hal itu disebut sifat dasar. Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai peran utama dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang seorang anak.
Tidak bisa dinafikan kalau seorang anak bisa menjadi Koleris ( mudah tersinggung ), Sanguinis (Optimis), Melankolis , Plegmatis ( bersikap apatis) terkait dengan faktor keturunan/bawaan lahir tersebut sehingga sebagai asal usul genetika/kromosom Ini maka sifat dasar itulah yang dimiliki anak sebelum akhirnya menjadi sebuah prilaku.
Namun Setelah anak mulai berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, maka sifat dasarnya akan bercampur tergantung kemana arah nya.
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui individu sejak mereka lahir ke dunia seperti Ayah, Ibu, Saudara sekandungnya serta individu itu sendiri, kemudian berlanjut ke keluarga besar dan mulai menyebar ke keluarga lainnya termasuk lingkungan tempat tinggalnya sendiri. dengan demikian Hubungan antara individu dengan kedua orangtuanya merupakan hubungan timbal balik dimana terdapat interaksi di dalamnya yang dilakukan setiap hari.
Setiap orangtua tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan ini kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua kepada anak-anak.
Sementara Pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), pada prinsipnya merupakan kontrol orang tua yaitu bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan.
Meskipun Lingkungan social yang terdekat dimulai dari orangtua, tidak tertutup kemungkinan Dari sana mulai terjadi konflik. Saat konflik terjadi, maka orang tua perlu belajar banyak tentang keilmuan anak, agar paham bahwa prilaku anak sudah ada sejak bawaan lahir dari Faktor genetik. Dengan mengetahui keilmuan anak, maka orangtua akan berusaha mengarahkan prilaku anak menjadi yang terbaik.
Namun kadang kala unsur prilaku anak bertolak belakang dengan orangtuanya. Kalau priaku anak dan orangtua sama, maka itu oke-oke saja, karena konflik akan relative ringan. Misalnya, orangtua suka rapi, anak juga. Orangtua suka mengerjakan sesuatu dengan cepat, anak juga. Tapi jika berbeda, akan muncul konflik dan terjadi benturan. Jika orangtua tidak tahu ilmu parenting, bagaimana mereka bisa menangani konflik dengan tepat? Ini akan memunculkan prilaku baru diluar bawaan lahir anak.
Bawaan lahir adalah fitrah. Misalnya, jika orangtua pemarah, maka anak juga pemarah. Jika orangtua tidak bisa menangani masalah emosi anak, maka bisa-bisa anak menjadi semakin tersulut Emosi. Meski demikian, sifat dasar anak juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Seiring bertambahnya usia, anak mulai memasukkan prilaku lain yang dilihatnya sebagai prilaku bentukan.
Dengan bertambahnya usia, anak akan melihat seperti apa orangtua mengasuhnya dan membesarkannya, serta bagaimana respon orangtua terhadap bawaaan lahirnya. Misalnya, anak suka memukul, padahal orangtua tidak pernah mengajarkannya memukul. Orangtua harus pandai menterjemahkan prilaku anak. Bisa jadi itu menjadi petunjuk berikutnya tentang kemana prilaku anak itu harus disalurkan. Misalnya, anak suka memukul, menunjukkan dia suka tantangan. Yang perlu dilakukan adalah melatih cara berpikir anak dan mengendalikan emosinya.
Anak adalah cermin. Maka jika orangtua ingin merubah dirinya menjadi lebih baik, lihatlah prilaku anak. Kalau anak melakukan sesuatu, siapa yang dicontohnya pertama kali? Pasti orangtua. Anak merupakan alat bagi orangtua untuk mengevaluasi prilakunya. Setiap hari merupakan proses pembelajaran bagi orangtua dan anak. Dengan membuat daftar perkembangan prilaku anak selama proses interaksi berlangsung. Ingatlah, belajar untuk menjadi orangtua, tidak pernah selesai. Wassalam.