Oleh : Izzatur Rifdah Ismail (Pembina Rumah Qur’an Al-Wafi)
Setelah seseorang wafat, kita akan tahu, jika nilai seseorang akan dilihat dari kebermanfaatannya.
Jarang kita lihat dan dengar, apabila ada yg meninggal, disebut-sebut seperti ini;
“Oh, dia yang kekayaannya 2 miliar ya?”
“Oh, dia yang followersnya jutaan ya?”
“Oh, dia yang jadi bunga desa ya?”
Tapi, umumnya orang-orang akan menyebut,
“Wah, dia orang yang paling rajin sedekah bagi masyarakat sekitar”
“Dia dulu yang bela-belain bantu saya di titik terendah saya”
“Beliau yang paling memuliakan anak yatim”
“Beliau yang paling tinggi pengorbanannya untuk Palestina”
Tahun 2021 lalu, saat nominal yang wafat di masa COVID sedang banyak-banyaknya, saya menandai beberapa orang yang kematiannya disebut banyak orang.
Prof Huzaemah, tokoh perempuan terkemuka dan dosen IIQ yang aktif dalam pengajaran ilmu tafsir dan berkontribusi dalam kebijakan dan permasalahan perempuan.
KH Luthfi Fathullah, beliau wafat dengan meninggalkan banyak karya dari ilmu hadits yang beliau geluti, mendirikan lembaga hadits dan aplikasi hadits yang dinikmati banyak orang.
Seorang Ustadz (saya lupa namanya) ditangisi kepergian namanya oleh hampir semua mahasiswa Madinah, karena beliau yang membantu mereka lulus ke Madinah dan ikut membiayai dengan uang pribadi.
Devina Andiviaty, seorang akhwat yang ternyata setelah kematiannya baru ketahuan beliau berhasil menggalang banyak dana membangun 100 lebih sumur bor di Indonesia. Ia juga membina sebuah pesantren putri di Bogor.
Dan baru-baru ini wafatnya Eril, menjadi ramai oleh berita kebermanfaatannya dengan kebaikan yang ia tebar.
Hal ini membuat kita bermuhasabah, dengan apa yang kita miliki dan capai saat ini, apakah ia telah memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitar kita?
Baca Juga : Perjuangan Penghafal Quran itu ada pada Juz 16-25.
Salah satu alasan saya mengikuti jejak abang saya menghafal Quran adalah karena menyaksikan langsung keberkahan Al-Quran yang meliputi keluarga kami. Permasalahan ekonomi, ketenangan dalam keluarga itu hadir dan banyak lagi anugerah yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Mimpi kita jadi pribadi yang bermanfaat semakin dikuatkan dengan hadits Rasulullah jika umatnya yang paling hebat adalah yang paling bermanfaat.
Oleh karena itu keberhasilan seseorang diukur bukan dari berapa lama usianya, namun seberapa bermanfaat dia.
Sehingga kita bisa mulai bertanya,
Apakah ilmu dan gelar yang aku dapatkan bermanfaat?
Apakah jabatanku bermanfaat?
Apakah Quran yang aku pelajari dan hafal bermanfaat?
Tentunya tujuan kita bukan agar dikenal, namun menabung manfaat agar kampung akhirat aman dengan catatan amalan.
Langkah sederhana yang bisa kita mulai untuk menanam benih kebermanfaatan dengan cara berakhlak mulia. Sesederhana tersenyum dan berwajah berseri-seri sudah bisa menghadirkan kebahagiaan bagi saudara.
Seseorang mungkin sedang ditimpa musibah, bersedih ketika mengalami ujian atau merasa tidak bahagia dan tidak berguna.
Namun, menyaksikan kita yang tersenyum tulus dan bahagia tatkala bertemu dengannya bisa jadi menerbitkan satu kesyukuran di hatinya,
“Alhamdulillah, aku memiliki saudara yang senang bertemu denganku dan bisa membuatku tersenyum walau hatiku sedang gulita”
Discussion about this post