Penulis : AS Laksana
PRnewspresisi.com–ADA beberapa penulis yang seolah dilahirkan dengan bakat alami: cerita mengalir darinya seperti air memancar dari sumbernya di pegunungan—jernih, dingin, dan murni. Kata-kata meluncur tanpa hambatan, seolah dunia adalah panggung yang sudah lama mereka kenali dan kuasai. Bagi kita, mereka terhubung dengan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tidak bisa kita sentuh atau kita pahami sepenuhnya. Bakat mereka bekerja seperti kekuatan sihir yang asing dan jauh dari jangkauan kita. Sialnya, kita tidak termasuk dalam golongan manusia-manusia terpilih ini.
Bakat seperti anugerah dari langit; keterampilan kita upayakan sendiri di bumi, dengan membuka pikiran, dengan disiplin berlatih, dengan melampaui batas-batas diri. Tanpa dibarengi ketekunan, bakat akan layu seperti anggrek yang terlupakan di sudut taman. Tanpa keterampilan, bakat hanya angin semilir yang lewat tanpa pernah benar-benar menyentuh tanah. Keterampilanlah yang menghidupkan bakat. Dan keterampilan adalah hasil kerja keras dan pengulangan yang tak terhitung jumlahnya.
Untuk menjadi penulis yang baik, kita harus menulis. Anda menulis setiap hari, seperti pelukis mencelupkan kuasnya ke dalam cat setiap pagi dan mulai melukis. Tulisan anda mungkin tidak selalu indah, mungkin tidak selalu kuat, tetapi anda menulis dengan kesadaran bahwa setiap kata, setiap kalimat, adalah bagian dari perjalanan ke arah keterampilan yang lebih baik. Dan beriringan dengan itu, anda membaca. Anda membaca dengan rakus, seperti petualang yang haus akan pengetahuan, menjelajahi halaman demi halaman dengan gairah yang menyala, menyelami dunia-dunia baru yang terbentang di depan mata, hingga pada akhirnya, setiap cerita yang anda tulis membawa jejak perjalanan panjang yang telah anda tempuh dengan kesabaran. Anda membaca untuk belajar, untuk memahami bagaimana kata-kata bisa dibentuk menjadi sesuatu yang indah dan abadi.
Menulis, kita tahu, adalah kehidupan yang dijalani dengan penuh kesadaran. Setiap penulis yang baik hidup dengan mata terbuka lebar, sebab ia memperhatikan setiap detail kecil di sekitarnya—cahaya matahari yang menembus dedaunan, suara angin yang berbisik di malam hari, atau tatapan kosong seseorang di jendela kereta api. Setiap pengalaman, besar maupun kecil, adalah bahan baku yang berharga untuk ditulis. Penulis hidup dengan kepekaan yang mendalam. Ia merasakan denyut kehidupan, mengamati yang terlupakan, dan menuliskannya dengan hati-hati.
Maka, jika anda merasa tidak diberkati dengan bakat yang luar biasa, bersyukurlah. Hidup menyimpan keindahan yang bisa diungkapkan oleh siapa saja yang mau melihat, mendengar, dan merasakannya secara sungguh-sungguh. Dan menulis adalah panggilan yang menuntut lebih dari sekadar bakat. Anda menulis karena anda mencintai prosesnya, mengakrabi kesulitannya, dan membuka pikiran di sepanjang perjalanannya.[]