Inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih ini memang melihat kubu pro-status quo gentar kepada Anies Baswedan yang tampaknya nyaris tak terbendung.
“Makanya gagal menjarakan Anies lewat KPK, kini mereka ngincar siapa saja yang akan menjadi pasangan kuat Anies,” katanya.
Jauh sebelum netapkan Muhaimin Iskandar, Adhie mengaku tahu para penasihat politik senior Anies Baswedan ingin menjodohkan jagoannya dengan Khofifah Indar Parawansa, tokoh perempuan NU yang kini Gubernur Jawa Timur.
Tapi sebelum sempat dilamar jadi Anies, pertengahan Desember 2022 KPK mengirim orang untuk menggeledah kantor Khofifah, konon terkait isu korupsi yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak yang jadi tersangkanya.
“Sampai sekarang urusan penggeledahan kantor Gubernur Jatim itu gak ada juntrungannya, tapi baik Khofifah maupun kubu Anies Baswedan sudah paham untuk tidak melanjutkan pinangannya,” tutur Adhie.
“Saya kok agak yakin, kelompok pro-status quo kembali gunakan KPK untuk gagalkan tokoh NU jadi pasangan Anies Baswedan.
“Kalau ini benar, maka cara-cara brengsek macam ini untuk nyingkirkan kompetitor di luar medan pertarungan (pilpres) harus dihentikan. Ini arogansi kekuasaan, abuse of power,” kata Adhie.
Adhie mengaku sudah mencium KPK akan digunakan untuk membersihkan medan pilpres dari kandidat yang tidak disukai kelompok pro-status quo.
Makanya, awal Januari 2022, jelang masuk tahun politik, GIB mendorong KPK untuk gerak cepat meriksa rekam jejak politisi yang bakal masuk bursa capres-cawapres, termasuk Gibran dan Kaesang, dua anak Presiden Widodo. Tapi KPK kurang tanggap terhadap laporan itu.
“Jadi memang patut dicurigai tiba-tiba KPK meniupkan isu korupsi kepada kandidat capres dan cawapres tertentu, yang tidak didukung kekuasaan. Ini terlalu!” pungkas Adhie Massardi.(SMSI Sumsel)
Discussion about this post