oleh : Gamawan Fauzi (Budayawan Minang Kabau)
Sejak siang kemarin beredar percakapan pada berbagai sarana komunikasi elektronik tentang adanya restoran di wilayah Kelapa Gading dengan nama BABIAMBO. Restoran itu menyuguhkan menu dengan cita rasa restoran Padang.
Dalam hati saya langsung menduga, bahwa hal ini pasti akan menimbulkan keributan yang sulit diduga seperti apa ujungnya.
Ada 2 hal yang menurut saya bisa memicu kemarahan masyarakat Padang (Minang ). Pertama soal nama BABIAMBO. Nama itu bagi masyarakat Minang diartikan sebagai Babi saya
Pemberi nama sepertinya sengaja me- Minangkan nama restorannya yang bermenu daging babi. Tak jelas apa maksudnya. Apakah sekadar melakukan galehnya atau ada maksud Iain, yaitu merusak tradisi prinsip Minang yang menganut falsafah Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah , dan atau lebih jauh “manjagokan ula membangunkan ular ridur yang mengusik ketenangan etnik Minangkabau dalam negara yg kaya budaya dan beragam tradisi.
Kedua, adalah menyebut masakan Padang atau sebutan lain dari masakan Minang. Masakan Padang dalam dunia perkulineran, sejak zaman dulu, adalah masakan khas dengan bumbu dan cita rasa specifik. Hanya Iidah yang mampu membedakan dengan masakan Iainnya, baik dalam negeri maupun international.
Masakan Padang yang telah merambah keseluruh negeri dan mempersatukan selera nuantara, telah ada di semua kabupaten kota di indonesia menjadi pemersatu Lidah Nusantara, bahkan kini tersebar pula ke banyak negara sebagai makanan berkelas. Basis masakan padang, disamping bumbunya yang khas, adalah KEHALALANNYA.
Selama ini, bila ada yang ragu dengan aneka ragam masakanan, maka jawabnya adalah masuk saja dan makan di restoran Padang, sudah pasti halal. Karena restoran Padang identik dengan HALAL.
Apa sebabnya? Karena restoran Padang dimasak oleh orang Minang yang pasti islam, karena bila orang Minang tidak Islam, makan dia otomatis tak berhak lagi mengaku sebagai etnik Minang dan dia juga tak diakui lagi sebagai orang Minang yang menganut falsafah “ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH. SYARAK MANGATO, ADAT MEMAKAI”
Dari kedua sebab tersebut, maka kehadiran restoran BABIAMBO masakan padang, benar benar menjadi sesuatu yang tak pantas dan patut, melanggar etika pergaulan etnik dalam negara Kesatuan Republik Indonesia dan merusak perasaan etnik Minang dimanapun berada.
Dalam pergaulan warga negara dalam sebuah bangsa, tak selamanya harus diatur hukum/ recht, legalitas.
Hukum tak selamanya mampu menjawab semua persoalan pergaulan manusia, karena itu, ada moral, fatsun, etika sopan santun pergaulan. Bahkan adagium hukum mengatakan bahwa, makin diatur, makin tak teratur. Tak selamanya sesuatu boleh dilakukan bila tak di larang, tapi kepatutan membatasinya.
Sebagai contoh. Di ruang seorang direktur, ruang kelas, ruang rapat tak ada tertulis, dilarang kencing disini. Tapi selama ini tak ada orang kencing disitu, karena itu melanggar kepatutan, kepantasan, moral dan etika.
Terhadap pemilik Restoran BABIAMBO masakan padang, kita hanya bisa menduga duga, apakah manusia ini memang ongok raya, alias dungu, goblok dan pandir, karena taunya dia hanya mencari uang dan tak mengenal tata krama hidup bernegara dengan segala tradisi dan filosofi yang diagungkannya, atau memang ada maksud tertentu untuk membuat kegaduhan publik yang merusak kohesi antar etnik di tanah air, atau juga mungkin memang di disain karena maksud dan tujuan tertentu.
Munculnya restoran aneh ini, seyogyanya jadi perhatian bagi aparat yang bertanggungjawab mewujudkan indonesia yang tentram dan damai.
Iłu jelas tugas negara yang harus dijaga oleh Pemerintah yang ber ideologi Pancasila. Yang melindungi segenap bangsa indonesia, yang berkeadilan, yang beradab, yang menjaga persatuan, yang memiliki hikmah kebijaksanaan dan sebagainya.
Bila ini di biarkan, ini bisa berketurusan, bisa menjalar merambah ” pantangan ” ke etnik lain yang harus di hormati. Jangan nanti hal hal ya g di hormati etnik saudara kita Bali misalnya, di rusak oleh yang lain. Jangan biarkan ketersinggungan ini membesar menjadi gerakan yang sampai merusak
Maka, saya berharap, atasnama kapatutan, pemerintah dengan landasan kearifan dan bijaksana menyikapi persoalan ini.
Kearifan aparat untuk mencari penyelesaian terbaik yang diterima semua pihak, adalah langkah bijaksana yang sangat dinantikan. Melantai sabalun luluih, maminteh sabalun anyuik adalah bahasa lokal minang untuk mengatakan Goverment responsibility. Pemerintah yang tanggap dengan warganya.
Alahan panjang, 10 Juni 2022
Sumber : Harian Singgalang.co.id
Discussion about this post