Disrupsi Kesantunan
Disrupsi BSI di tahun 2024 tidak hanya dipicu oleh miles stones kegagalan TI, namun juga kegagalan sikap santun organisasi BSI terhadap banyak pihak seperti terhadap unit-unit usaha Muhammadiyah di daerah-daerah (rumah-rumah sakit / kesehatan dan sekolah-sekolah Muhammadiyah).
Pihak Muhammadiyah sebagai pemegang rekening dana pihak ketiga (DPK) di BSI kurang terpelihara kepentingannya dengan pemberian pembiayaan yang memadai dan sebanding dengan penempatan DPK-nya.
Dalam hal ini BSI sangat kurang santun menjalankan strategi akuisisi, retensi dan loyalty (kesetiaan) yang sebenarnya adalah pemberian hygiene factor utama atas pemegang rekening DPK yang signifikan.
Organisasi BSI cenderung jor-joran memberi benefit kepada pihak-pihak baru untuk menempatkan DPKnya di BSI yang tidak diberikan justru ke pemegang rekening DPK yang setia selama ini, bahkan dari sejak bank-bank syariah ex legacy BSI masih ada.
Hal lain seperti New Cash Management System (CMS) yang ‘creating new problems’ karena kurang disosialisasikan dan dirasakan oleh institusi-institusi masjid, organisasi-organisasi massa, dan Bank-Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang menjadi rekanan BSI.
Ini sangat terasa oleh penulis yang juga adalah Bendahara di Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI), dan banyak pihak mengadukannya kepada penulis karena mengetahui penulis pernah menjadi bagian internal BSI. Kawan-kawan pengurus Muhammadiyah di berbagai daerah juga merasakan hal ini.
Semoga problem seperti New CMS ini yang sangat kurang sosialisasinya sebelum migrasi dari Classic CMS ke New CMS tidak terjadi pada apa yang digadang-gadang BSI sebagai Super Apps / New BSI Mobile menggantikan BSI Mobile yang masih digunakan sampai tulisan ini dibuat.
Harapan Perbaikan
Sebenarnya adanya Surat PP Muhammadiyah yang berisikan agar unit-unit usaha RS dan Pendidikan serta yang lainnya di Muhammadiyah berproses migrasi ke DPK, dan pembiayaan dari BSI ke Bank Syariah lain adalah implikasi ketidakpuasan unit-unit Muhammadiyah di daerah-daerah sejak beberapa waktu lalu.
Musibah TI membuat bukan hanya Muhammadiyah mempertanyakan security core banking BSI. Pernyataan terserang virus tidak diikuti oleh hygiene factor semisal free monthly admin dan lain-lainnya dalam gesture permintaan maaf, namun hanya free part of cost transfer temporer.
Sebagian DPK merasa tidak puas termasuk Muhammadiyah. Setelah RUPS 17 Mei yang tidak mengakomodasi keterwakilan Muhammadiyah di Dekom/DPS serta pemberlakuan New Cash Management System yang tidak tersosialisasi dengan baik dan hanya diberi waktu keharusan migrasi beberapa waktu singkat.
Masalah ini bukan hanya terjadi di unit-unit usaha Muhammadiyah, namun juga di institusi-institusi lain, dan nampaknya menjadi pemicu yang menguatkan proses penarikan sebagian DPK di BSI, bukan hanya oleh Muhammadiyah (tidak sesignifikan karena total Muhammadiyah, walaupun belum masuk 10 besar DPK di BSI, jumlahnya sudah mencapai belasan trilyunan rupiah).
Sebagai individu yang pernah menjadi DPS di surviving entity BSI yaitu BRIS (kode bursa semata), Bendahara DSN – MUI, dan cucu pendiri Muhammadiyah Padang Panjang Datuk Darwis Abdul Muin serta anak kontributor utama pendirian Universitas HAMKA dan Muhammadiyah Jakarta Dr. Zainul Yasni, terus terang saya sangat sedih merasakan kekurang-santunan institusi BSI. Semoga ke depan masalah kekurang-santunan ini bisa diperbaiki terus- menerus oleh BSI.
Sangat wajar jika Buya Anwar Abbas selaku salah satu petinggi di PP Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua MUI menjelaskan bahwa logika Muhammadiyah menarik dananya dari BSI adalah upaya menyebarkan penempatan DPKnya di bank-bank syariah mana saja, tidak hanya di BSI untuk memitigasi bermacam risiko keuangan unsistematis maupun sistematis yang bisa timbul jika hanya menempatkan sebagian besar dananya di satu bank syariah.
Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki, pasti akan menjadi mudah. Aamiin.