Setidaknya terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong terjadinya perubahan fatwa yakni; pertama, perubahan zaman; kedua, perubahan tradisi; ketiga, perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi; keempat, perubahan kebutuhan manusia; kelima, perubahan kemampuan manusia; keenam, perubahan ekonomi dan sosial-politik; dan ketujuh, musibah.
Bencana alam dan pandemi global Covid-19 tergolong pada faktor terakhir tersebut. Pandemi telah menciptakan disrupsi sosial warga dunia secara umum.
Berkaitan dengan paparan di atas, saat ini kita perlu menginsyafi dan menyadari sepenuhnya bahwa dunia kini telah mengalami perubahan signifikan. Dalam kajian sosial kontemporer, kita mengenal istilah disrupsi.
Secara etimologi, disrupsi dapat didefinisikan sebagai terjadinya perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan ke taraf yang lebih baru.
Terjadinya disrupsi pada berbagai sektor kehidupan tentunya menuntut adaptasi dari manusia untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Merupakan hal yang mutlak jika seseorang harus secara cepat mengubah mindset dan menyesuaikan diri agar tidak tertinggal oleh perubahan yang kian hari dirasakan kian cepat.
McKinsey Global Institute (2017) memproyeksikan setidaknya 400-800 juta orang di dunia akan kehilangan pekerjaan pada 2030 karena tergantikan oleh robot dan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI).
Efek disrupsi yang demikian luas tersebut pada akhirnya akan merambah dan mempengaruhi kehidupan sosial dan masyarakat, khususnya perubahan sikap dan perilaku keagamaan. Untuk itu diperlukan fatwa yang aktual dan fungsional seiring dengan perubahan zaman.
Pada era disrupsi dan pasca pandemi seyogianya kalangan ulama memformulasikan dan memproduksi fatwa yang hirau terhadap wacana modern dan isu-isu global kontemporer seperti wabah penyakit (Covid-19), lingkungan hidup, keamanan manusia (human security), krisis energi, ekonomi digital, kesetaraan gender, kelaparan, perdagangan manusia, radikalisme dan terorisme, proliferasi senjata dan reformasi lembaga internasional.
Selain itu, guna menghasilkan fatwa yang dapat menjawab tantangan dan perkembangan zaman, kalangan ulama hendaknya meningkatkan penguasaannya terhadap pendekatan multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin keilmuan, khususnya kajian ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi yang dapat memudahkan penelaahan serta pencarian solusi atas berbagai permasalahan sosial yang terjadi dan dihadapi oleh masyarakat.