Meski diakui oleh Andi, masalah utama sekarang ini teknologi digital berkembang lebih cepat dibandingkan arsitektur keamanannya. ”Tapi itupun tidak lamban. Saat Presiden Joko Widodo berkuasa pertama kali belum ada badan siber sama sekali. Pada 2018 kemudian dibentuk badan siber, lembaga sandi negara diubah menjadi badan siber. Hanya dalam waktu empat tahun saja di setiap angkatan ada pusat siber termasuk di kepolisian dan badan intelijen. Tingkat adaptasinya ternyata lebih cepat,” katanya.
Di Indonesia, kerusakan yang terjadi belum sistematis. Padahal menurutnya selama 2020-2021 saja terjadi 240 juta kali anomali seperti malware, phishing, ransomware, pencurian data hingga gangguan server.”Artinya satu bulan 20 juta kali, hampir 1 juta perhari atau ratusan ribu dalam waktu 24 jam saja. Tapi belum ada kan serangan yang merusak secara sistematis dan struktural,” katanya.
Nah, tantangan terbesar untuk membentuk angkatan keempat ini adalah menyiapkan sumber daya manusia yang khusus mempelajari dunia siber. Ia optimistis penyediaan sumber daya ini akan terpenuhi karena pemerintah sekarang menyediakan banyak fasilitas bea siswa kepada anak-anak muda untuk mempelajari dunia siber.
Ia mencontohkan salah satu mahasiswanya di Universitas Indonesia baru saja menyelesaikan studi di bidang keamanan siber di Australia. Tak hanya itu, belum lama ini seorang anak muda lulusan Binus dan ITB juga baru menyelesaikan studinya di Korea Selatan di bidang alogaritma. ”Baru saja lulus, anak muda ini sudah mendapat tawaran magang bekerja di Hyundai,” katanya.
Kehadiran Andi di Patra Channel didampingi sejumlah kerabat dekat sesama alumni SMA 39 Cijantung Jakarta yang tergabung dalam Paguyuban 3989. Perkumpulan ini sendiri diinisiasi oleh Andi Widjajanto yang kemudian didapuk sebagai Ketua Dewan Pembina Paguyuban 3989. Paguyuban 3989 fokus pada aktivitas sosial, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya alumni SMA 39 Cijantung Jakarta.(SMSI)
Discussion about this post