Lanjut Kevin, dugaan penggelembungan ini disinyalir terjadi setiap tahun dengan jumlah yang sama. Sehingga selama sekitar 10 tahun telah terjadi kelebihan jumlah lapisan tanah OB sebanyak 42.058.698 bcm.
Lantas, dengan asumsi harga pengupasan OB dalam data FS yang sudah direvisi sebesar Rp17.244/bcm, jika dikalikan dengan jumlah 42.058.698 bcm, maka didapatlah angka yang diduga menjadi kerugian negara sebesar Rp725.260.188.312,- (tujuh ratus dua puluh lima miliar dua ratus enam puluh juta seratus delapan puluh delapan tiga ratus dua belas rupiah).
“Jika dilihat dari kondisi dan kontur areal tambang perusahaan, rasanya tidak mungkin ada jumlah tanah sebanyak itu,” bebernya.
Menurutnya, dari investigasi yang dilakukan, perusahaan diduga menyiasati penggelembungan OB tersebut dengan menimbun Fly Ash Bottom Ash (FABA), dari pembangkit listrik PT GHEMMI.
Dalam aktivitas ini, penimbunan FABA ini selain menimbulkan dampak berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar, juga diduga terjadi upaya penggelapan didalamnya, Sebab sejatinya debu FABA itu bisa diolah menjadi barang yang layak guna.
Telaah yang dilakukan oleh tim Kawali berdasarkan temuan dari Kementerian LHK beberapa waktu silam adalah sebanyak 200.000 ton FABA yang ditimbun.
“Nilai kalkulasinya sekitar Rp100 miliar,” bebernya.
Dokumen FS dan RKAB itu, tambah Kevin, disetujui oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Sehingga aksi merugikan keuangan negara dan warga Sumsel ini disinyalir mendapat restu dari pusat.
Discussion about this post