Tanah Datar, PRnewspresisi.com—Asrida (57) warga Tanah Datar, Sumatera Barat tidak menyangka anak bungsunya Deki Putra Ananda (19), diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui jalur SNMPTN Undangan. Deki mendapatkan beasiswa Bidikmisi yang ditujukan bagi pelajar berprestasi dari keluarga kurang mampu.
Dia diterima di Program Studi Elektronika dan Instrumentasi (ELINS) Fakultas MIPA. Dia dibebaskan dari biaya kuliah hingga delapan semester.
Asrida mengaku tidak pernah terbayangkan bila salah satu anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga bangku perguruan tinggi. Sebab menurut wanita asal Jorong Tiga Batur, Nagari Sungai Tarab, Tanah Datar, Sumatera Barat itu tidak mudah membiayai hidup anak-anaknya. Suaminya sudah meninggal 19 tahun lalu atau saat Deki masih berusia 6 bulan.
“Anak pertama lulusan SD, kedua SMP, ketiga SMA sekarang sudah kerja dan berkeluarga. Alhamdulillah ini si bungsu bisa melanjutkan kuliah di UGM,” ungkap Asrida.
Untuk menghidupi keluarga, dia menjadi juru masak di sebuah rumah makan Padang di Kabupaten Tanah Datar. Dia menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga untuk menghidpui empat anaknya.
“Dari bantu masak di rumah makan, biasanya digaji Rp175 ribu tiap minggunya,” jelas Asrida.
Dia mengaku bersyukur apa yang diimpikan Deki untuk melanjutkan kuliah bisa terwujud. Sejak kecil, Deki sudah ingin kuliah, tapi waktu itu keluarga tidak memperbolehkan.
“Ya berat, biayanya banyak saya tidak sanggup,” paparnya dengan mata berkaca-kaca.
Dia menceritakan mereka hidup di pondok sederhana peninggalan orang tua di Jorong Tiga Batur, Nagari Sungai Tarab, Tanah Datar. Rumah kayu berukuran sekitar 4×6 meter dan beratapkan seng, mereka tinggal bersama-sama.
Asrida tidak pernah patah arang menjalani hidup dalam himpitan kemiskinan. Dia berusaha tegar membesarkan anak dengan penuh kasih sayang. Meskipun dengan susah payah, dia berhasil menyekolahkan semua anaknya.
Menurutnya Deki, anak yang tekun belajar, dari SD sampai SMA selalu mendapat beasiswa sehingga bisa meringankan beban keluarga. Bahkan saat duduk di kelas 3 SMA, Asridah sudah tidak pernah lagi mengeluarkan biaya untuk menghidupi puteranya itu. Deki menjadi salah satu anak asuh dari gurunya di SMA 1 Batusangkar, Tanah Datar.
“Tinggal di asrama sekolah dan biaya hidup semuanya ditanggung sekolah. Pulang kadang 1 bulan sekali, baru saya kasih uang saku Rp. 20 ribu,” ungkapnya.
Melepas Deki untuk mengejar mimpi di UGM tentunya tidaklah mudah baginya. Dia pun merasa was-was ketika puteranya harus meninggalkan rumah di tanah perantauan untuk kuliah.
“Semoga bisa lancar kuliahnya dan kelak bisa sukses serta mengangkat derajat keluarga,” kata Asrida penuh harap.
Bagi Deki hidup dalam keadaan pas-pasan atau serba kekurangan tak lantas menyurutkan semangat dalam menggapai cita-cita. Justru keadaan tersebut menjadi pelecut bagi Deki untuk giat belajar dan berprestasi di sekolah. Hasilnya, sejak SD hingga SMA dia selalu masuk dalam posisi 4 besar di kelas.
Ketika masih sekolah di SMA, Deki hanya diberikan uang saku pas-pasan untuk biaya ojek pulang pergi ke sekolah. Sementara untuk kebutuhan lainnya, Deki tidak pernah meminta banyak ke ibunya.
Pria kelahiran 15 Juni 1998 ini memiliki impian suatu saat kelak bisa menjadi insinyur kebanggaan Indonesia. Dia ingin meniru jejak BJ Habibie, sosok yang begitu menginspirasinya. Karenanya dia memutuskan mengambil jurusan ELINS di UGM dengan harapan bisa menghantarkannya meraih asa yang mampu mengharumkan nama bangsa.
“Bapak Habibie merupakan sosok idola saya,” tutur Deki(*)
Sumber : Aryana Chanel