Oleh : Zulhi Yuniardi
(Mahasiswa Pascasarjana UMSB)
PRnewspresisi.com– Saat ini proses pembelajaran di sekolah sedang mengalami perubahan kurikulum dan juga masa transisi dari kondisi darurat covid-19 ke situasi new normal meskipun belum menyeluruh dalam pelaksanaannya.
Banyak yang harus ditata kembali terutama dalam kegiatan belajar mengajarnya. Pembiasaan belajar yang terjadi disaat situasi newnormal menjadikan semua pemangku pendidikan berubah seketika, termasuk dalam Kebiasaan tatap muka dengan menggunakan aplikasi Zoom yang sudah wajib diterapkan disetiap sekolah sehingga penggunaan IT tidak bisa dihindarkan lagi.
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan pengembangan pengetahuan/ kognitif peserta didik. Bila setelah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi perubahan tingkah laku dan pengembangan pengetahuan, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi proses belajar.
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku manusia menuju arah yang lebih baik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan, pengalaman dan latihan. Perubahan yang berdasarkan pengalaman berkenaan dengan segala bentuk pengalaman yang pernah dialami. Hal ini bisa disebabkan karena membaca, melihat, mendengar, merencanakan, melaksanakan penilaian, mencoba menganalisis, atau memecahkan semua yang pernah dialami dan yang dihadapinya, selama proses belajar tersebut berlangsung.
Pada tahun 2022 ini , Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim membuat kebijakan pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang mengundang banyak perhatian dari berbagai kalangan untuk mengkaji kurikulum tersebut. Karena kebijakan Pelaksanaan Kurikulum Merdeka ini nantinya berhadapan langsung dengan kepentingan peserta didik dalam implementasinya.
Secara teori maupun praktik belajar, Filsafat konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pembelajaran yang populer. Konstruktivisme merupakan sebuah gerakan besar yang memiliki posisi filosofis dalam strategi dan pendekatan pembelajaran. Karena itu konstruktivisme sangat berpengaruh bagi dunia pendidikan.
Baca Juga : HARUSKAH KITA KELUAR DARI AFF
Pada dasarnya filsafat konstruktivisme memiliki prinsip bahwa semua pengetahuan dikonstruksikan, dibangun dan bukan dipersepsi secara langsung oleh indera baik penciuman, perabaan, pendengaran, maupun penglihatan.
Konstruktivisme berakar pada asumsi bahwa pengetahuan terbentuk di dalam otak manusia dan Semua pikiran tersebut berdasarkan pada diri sendiri sehingga bersifat subyektif.
Kontruktivisme berkembang dalam teori belajar kontruktivistik, yang mana teori belajar tersebut memiliki konsep bahwasanya peserta didik adalah aktif dan mencari untuk membuat pengertian tentang apa yang ia pahami. Sehingga guru hanya membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan dituntut lebih memahami cara pandang peserta didik dalam belajar.
Pelaksanaan Kurikulum Merdeka diawali dengan adanya Program Merdeka belajar yang merupakan sebuah program Mendikbud –Nadiem Anwar Makarim. Karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Student Assesment (PISA) di tahun 2018, dinyatakan bahwa posisi peserta didik Indonesia dalam bidang matematika dan literasi menempati posisi kedelapan dari bawah, yaitu di urutan ke 70 dari 78 negara.
Setelah itu dibuatlah gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum meliputi literasi, numerisasi, dan survei karakter yang di dalamnya berisi tentang penerapan nilai-nilai agama,Budi pekerti, dan Pancasila yang telah dipraktekkan oleh peserta didik.
Mendikbud mengemukakan bahwa merdeka belajar ialah kemerdekaan berfikir dan Guru menjadi kunci utama dalam kemerdekaan berfikir tersebut.
Pelaksanaan Kurikulum Merdeka merupakan sebuah tawaran dalam merekonstruksi sistem pendidikan nasional.
Perubahan zaman yang semakin dinamis harus kita sambut dengan penataan ulang sistem pendidikan. Dengan cara mengembalikan pendidikan pada hakikatnya, yakni memanusiakan manusia atau pendidikan yang membebaskan dari system pendidikan yang monoton sehingga terkesan membebankan pengajar dan peserta didik serta saling memberikan manfaat dan saling memahami keinginan masing-masing.
Pengajar bukan lagi sebagai sumber kebenaran mutlak, namun hanya sekedar fasilitator dalam proses pembelajaran dan penggerak dalam mencari kebenaran. Sudah tidak zamannya lagi pengajar melaksanakan pembelajaran satu arah pada semua peserta didiknya, namun keduanya (pengajar dan peserta didik) saling menggali kebenaran, daya nalar yang kritis dan melihat dunia beserta fenomenanya. Serta mereformasi beban kerja pengajar di sekolah yang terlalu banyak disita oleh hal yang bersifat administratif.
Dapat dikatakan antara konsep pelaksanaan kurikulum merdeka dengan konsep pendidikan menurut filsafat kontruktivisme memiliki kesamaan, Keduanya, sama-sama menekankan pada aspek kebebasan, kemerdekaan, dan keleluasaan lembaga pendidikan dalam eksplorasi secara maksimal kompetensi peserta didik.
Jika kedua konsep tersebut dirumuskan secara bersama-sama akan menghasilkan makna yang senada, yaitu; pembelajar harus bebas dan berkembang secara natural,
pembelajaran adalah berbasis pengalaman langsung, guru bukan sebagai pemberi namun sebagai fasilitator, aktivitas di rumah dan di sekolah harus kooperatif. Penataan belajar dengan pendekatan kontruktivisme dimaksudkan agar peserta didik dapat aman, nyaman, dan mudah dalam belajar. Peserta didik sebagai subjek belajar memegang peranan penting dalam penataan belajar tersebut.
Oleh karena itu, pengajar semestinya membimbing anak mengembangkan sikap dan persepsi yang positif agar ia betah dan memperoleh kenikmatan dalam belajar. Seorang siswa yang merasa tidak nyaman dalam kelas, ia tidak akan betah mengikuti proses pembelajaran. Tanpa sikap dan persepsi positif, pembelajaran tidak akan terjadi. Juga, tanpa kebebasan, anak tidak akan belajar dengan caranya yang terbaik.
Mudah-mudahan dengan adanya kesamaan antara pelaksanaan kurikulum merdeka dengan konsep pendidikan dalam filsafat kontruktivisme bisa membawa perubahan pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik dan berkembang.
Discussion about this post