Ruang terbuka hijau (RTH) yang dibangun melalui taman-taman di sepanjang jalan menjadi sia-sia. “Jika begini, bagaimana keseimbangan lingkungan akan terwujud dan masyarakat akan terselamatkan dari pencemaran dan polusi udara,” tanya Andi
Selain itu, mobilitas angkutan ini juga merugikan banyak pihak. Terutama para pengguna jalan raya dan pedagang yang menjajakan dagangannya di sepanjang jalan Jalan Jendral Sudirman.
“Kami minta pemerintah daerah lebih serius memperhatikan permasalahan ini untuk meninjau ulang kebijakan dispensasi angkutan Batubara yang melintas di dalam kota,” tegas Andi.
Permintaan ini bukan tanpa alasan. Apalagi dampak buruk yang ditimbulkan bagi masyarakat juga cukup banyak. Mulai dari polusi debu, kerusakan infrastruktur jalan hingga kemacetan serta rawan kecelakaan.
Debu dari angkutan itu juga ikut merusak tanaman yang berada di sepanjang jalan. Padahal, tanaman itu berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan meredam kebisingan. “Kalau dibiarkan, maka tanaman ini bisa layu, mengering dan perlahan akan mati,” terangnya.
Duta Bara Utama Diberi Kelonggaran Lintasi Jalan Umum
Permintaan PT Duta Bara Utama agar angkutan batubaranya bisa melintas di jalan umum di Muara Enim telah diajukan sejak tahun lalu. Namun, persoalan disetujuinya permintaan itu oleh Pemkab Muara Enim belum mendapat sosialisasi yang jelas.
Dalam rapat bersama Pemkab Muara Enim, akhir November lalu, pemerintah bisa saja memberikan izin melintas di jalan umum. Asalkan memenuhi beberapa persyaratan.
Adapun perjanjian atau syarat yang dilakukan, seperti seluruh data sopir termasuk mobil yang digunakan dengan nomor polisinya dan nomor lambung dari seluruh angkutan yang mencantumkan nama perusahaan. Hal itu dilakukan untuk memudahkan pengawasan oleh tim terpadu.
Seluruh kendaraan wajib KIR dan mutasi ke Kabupaten Muara Enim terlebih yang sudah mencapai tiga bulan beroperasi di Muara Enim. Kemudian, seluruh kendaraan harus bersih tidak mengotori kota Muara Enim dan perusahaan juga harus rutin menyiram jalan dari simpang Kepur, Muara Enim ke simpang perbatasan dengan Kabupaten Lahat.
Disamping itu, seluruh angkutan batu bara harus sesuai tonase dan ditutup rapi oleh terpal dan menyediakan mobil patroli dengan melibatkan pihak terkait.
Selain itu untuk mengantisipasi pelanggaran, setiap harinya dilakukan uji petik bersama. Kemudian saat armada berjalan, kendaraan hanya diperbolehkan konvoi sebanyak dua mobil dan harus diberikan jeda waktu sekitar 5 menit dengan kendaraan lainnya untuk menghindari kemacetan dan mengganggu pengguna jalan lainnya.
Namun, dari pelaksanaan yang sudah berjalan, beberapa syarat tersebut sudah banyak yang dilanggar. Terutama dalam menjaga kebersihan kendaraan dan jalan yang dilintasi. (SMSI Sumsel)
Discussion about this post