PRNewsPresisi
  • Home
  • Berita
  • Kabar Kriminal
  • Kabar Pasar
  • Kuliner & Wisata
  • Lintas Berita
  • Politik & Budaya
  • Seputar Ramadhan & Religi
  • Opini
  • Home
  • Berita
  • Kabar Kriminal
  • Kabar Pasar
  • Kuliner & Wisata
  • Lintas Berita
  • Politik & Budaya
  • Seputar Ramadhan & Religi
  • Opini
No Result
View All Result
PRNewsPresisi
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Kabar Kriminal
  • Kabar Pasar
  • Kuliner & Wisata
  • Lintas Berita
  • Politik & Budaya
  • Seputar Ramadhan & Religi
  • Opini
Home Opini

Meleburnya Suatu Budaya Bahasa

Dedi Oleh Dedi
13 Desember 2023
dalam Opini
0
Meleburnya Suatu Budaya Bahasa
0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh :Dian Noviarini
Mahasiswa Sosiologi Komunikasi(G), Prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2022, UPNVJ

PRnewspresisi.com–Jakartasentrisme Merubah Selera dan Budaya Seluruh Nusantara? Simak Rahasianya yang Mengejutkan di Sini!

Wong Jawa kok ra Njawani? belum bangga kah dengan kayanya budaya leluhur kita?
Remaja Jawa Tengah mulai menggunakan Gue-Elu agar vibesnya lebih skena abis.

Generasi Z di daerah, terutama di Jawa Tengah, sepertinya sedang mengalami transformasi dalam gaya berkomunikasi mereka. Tradisi berbicara dengan menggunakan dialek atau logat daerah tampaknya mulai tergeser oleh bahasa gaul Jakarta, khususnya dalam penggunaan kata “Gue-Elu.”

Pertanyaannya kemudian muncul, mengapa anak muda Jawa Tengah mulai beralih ke Gue-Elu, gaya bahasa yang umumnya terkait dengan kaum muda Jakarta? Apakah ini merupakan suatu bentuk identitas baru ataukah hanya sekadar tren yang diikuti? Sementara beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai transformasi positif yang mengikuti perkembangan zaman, yang lain mungkin merasa khawatir bahwa ini adalah tanda bahwa budaya lokal mulai terkikis.

Paksel ‘Ngapak Jaksel’ atau menungsa-menungsa yang ngomong lu-gue tapi logat ngapak esih buket banget kayak boled.

Baru saja saya melihat video itu. Seorang Content Creator asal Purwokerto yang menceritakan tentang pengalamannya bersama teman di Coffee Shop. Dia menceritakan bahwa di Coffee Shop tersebut terdapat banyak kumpulan ‘agapur’ anak gaul purwokerto yang salah satunya menggunakan bahasa paksel atau ngapak jaksel. “lu aja kayak kue ege” salah satu kalimat paksel yang dilontarkan oleh salah satu pengunjung Coffee shop yang tidak sengaja didengar.

Mendengar cerita tersebut saya merasa terhibur tapi terdapat perasaan cukup miris. Miris, karena pemuda-pemudi Purwokerto mulai mengikuti gaya komunikasi anak Jakarta dan merasa bahwa menggunakan lo-gue adalah hal yang membuat mereka menjadi terlihat keren. Sehingga bahasa daerah mulai tersisihkan. Ngakak, karena mendengar logat jawa bahkan logat ngapak menggunakan gue-lo untuk berkomunikasi.

Terdapat istilah selain paksel, yaitu Jawakarta dimana seseorang menggunakan bahasa jawa dan bahasa jakarta ataupun bahasa indonesia yang umum dalam satu situasi. Tidak jauh dengan penggunaan paksel, biasanya jawakarta ini mencangkup seluruh wilayah jawa tengah hingga jawa timur. Tetapi dalam penggunaan jawakarta, tidak semuanya menggunakan gue-lo, terkadang masih menggunakan aku-kamu dalam mencampur bahasanya.

Sebagai generasi Z terus menyesuaikan cara mereka berkomunikasi, perubahan ini mungkin mencerminkan dinamika globalisasi dan pengaruh media sosial. Apakah ini akan menjadi suatu bentuk inovasi ataukah akan menghilangkan keunikan budaya lokal, hanya waktu yang akan memberikan jawaban.

Wong Jawa kok ra Njawani?

Seketika saya mengingat kejadian adanya fenomena jawakarta. Ketika itu liburan semester saya pergi ke Semarang untuk menemui teman SMA. Pada awalnnya semua masih terasa normal mendengar teman saya berbahasa jawa dengan logat medhoknya.

Namun, ada satu waktu dimana mereka menggunakan gue-lo saat bercerita tentang perkuliahannya. “Ghue waktu itu nek ikut kepanitiaan cuwapeknya gak ngotak ndes.” Kalimat tersebut dilontarkan oleh salah satu teman saya dan itu merupakan salah satu contoh penggunaan gue-lo dalam jawakarta.

Mereka tidak setiap waktu menggunakan jawakarta dalam obrolan. Sekali dua kali mendengarkan mereka menggunakan gue-lo di Semarang masih terasa kocaknya, karena logat medhok mereka tidak hilang saat mengucapkan kata itu. Sampai-sampai saya merasa sedikit risau seolah menggunakan gue-lo bisa meningkatkan derajat kerennya seseorang. Apakah ini hanya tren sementara ataukah akan berdampak jangka panjang terhadap identitas budaya daerah?

Print Friendly, PDF & Email
Halaman 1 dari 2
12Next
Tags: Dian Noviarini
Pos Sebelumnya

Dalam rangka Pengendalian Inflasi, Pemerintah Kabupaten Solok Gelar Operasi Pasar.

Pos Selanjutnya

Kabupaten Solok Lakukan kerja sama dengan Pemerintah Sumedang

Terkait Posts

Pendidik

Pendidik

2 Mei 2025
Pentingnya Pendidikan bagi Individu dan Masyarakat

Pentingnya Pendidikan bagi Individu dan Masyarakat

2 Mei 2025
JANGAN DIPERDOHOM, LEPASKAN DIRI DARI ILUSI DIGITAL

JANGAN DIPERDOHOM, LEPASKAN DIRI DARI ILUSI DIGITAL

29 April 2025
Mercon dan Kembang Api: Kemeriahan Palsu Yang Wajib Dihentikan

Mercon dan Kembang Api: Kemeriahan Palsu Yang Wajib Dihentikan

30 Maret 2025
Pos Selanjutnya
Kabupaten Solok Lakukan kerja sama dengan Pemerintah Sumedang

Kabupaten Solok Lakukan kerja sama dengan Pemerintah Sumedang

Spektakuler Pemkab Solok Masuk Nominasi Apresiasi Kampung Keluarga berkualitas

SPEKTAKULER PEMKAB SOLOK MASUK NOMINASI APRESIASI KAMPUNG KELUARGA BERKUALITAS

Mambangkik Batang Tarandam

Solok Super Team Hebat
Solok Super Team Hebat

Solok Super Team Hebat

Currently Playing
PRNewsPresisi

© 2022 PRNEWSPRESISI.COM | by Proletariat.Digital

Navigate Site

  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Kabar Kriminal
  • Kabar Pasar
  • Kuliner & Wisata
  • Lintas Berita
  • Politik & Budaya
  • Seputar Ramadhan & Religi
  • Opini

© 2022 PRNEWSPRESISI.COM | by Proletariat.Digital

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

error: Content is protected !!