Oleh :Dian Noviarini
Mahasiswa Sosiologi Komunikasi(G), Prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2022, UPNVJ
PRnewspresisi.com–Jakartasentrisme Merubah Selera dan Budaya Seluruh Nusantara? Simak Rahasianya yang Mengejutkan di Sini!
Wong Jawa kok ra Njawani? belum bangga kah dengan kayanya budaya leluhur kita?
Remaja Jawa Tengah mulai menggunakan Gue-Elu agar vibesnya lebih skena abis.
Generasi Z di daerah, terutama di Jawa Tengah, sepertinya sedang mengalami transformasi dalam gaya berkomunikasi mereka. Tradisi berbicara dengan menggunakan dialek atau logat daerah tampaknya mulai tergeser oleh bahasa gaul Jakarta, khususnya dalam penggunaan kata “Gue-Elu.”
Pertanyaannya kemudian muncul, mengapa anak muda Jawa Tengah mulai beralih ke Gue-Elu, gaya bahasa yang umumnya terkait dengan kaum muda Jakarta? Apakah ini merupakan suatu bentuk identitas baru ataukah hanya sekadar tren yang diikuti? Sementara beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai transformasi positif yang mengikuti perkembangan zaman, yang lain mungkin merasa khawatir bahwa ini adalah tanda bahwa budaya lokal mulai terkikis.
Paksel ‘Ngapak Jaksel’ atau menungsa-menungsa yang ngomong lu-gue tapi logat ngapak esih buket banget kayak boled.
Baru saja saya melihat video itu. Seorang Content Creator asal Purwokerto yang menceritakan tentang pengalamannya bersama teman di Coffee Shop. Dia menceritakan bahwa di Coffee Shop tersebut terdapat banyak kumpulan ‘agapur’ anak gaul purwokerto yang salah satunya menggunakan bahasa paksel atau ngapak jaksel. “lu aja kayak kue ege” salah satu kalimat paksel yang dilontarkan oleh salah satu pengunjung Coffee shop yang tidak sengaja didengar.
Mendengar cerita tersebut saya merasa terhibur tapi terdapat perasaan cukup miris. Miris, karena pemuda-pemudi Purwokerto mulai mengikuti gaya komunikasi anak Jakarta dan merasa bahwa menggunakan lo-gue adalah hal yang membuat mereka menjadi terlihat keren. Sehingga bahasa daerah mulai tersisihkan. Ngakak, karena mendengar logat jawa bahkan logat ngapak menggunakan gue-lo untuk berkomunikasi.
Terdapat istilah selain paksel, yaitu Jawakarta dimana seseorang menggunakan bahasa jawa dan bahasa jakarta ataupun bahasa indonesia yang umum dalam satu situasi. Tidak jauh dengan penggunaan paksel, biasanya jawakarta ini mencangkup seluruh wilayah jawa tengah hingga jawa timur. Tetapi dalam penggunaan jawakarta, tidak semuanya menggunakan gue-lo, terkadang masih menggunakan aku-kamu dalam mencampur bahasanya.
Sebagai generasi Z terus menyesuaikan cara mereka berkomunikasi, perubahan ini mungkin mencerminkan dinamika globalisasi dan pengaruh media sosial. Apakah ini akan menjadi suatu bentuk inovasi ataukah akan menghilangkan keunikan budaya lokal, hanya waktu yang akan memberikan jawaban.
Wong Jawa kok ra Njawani?
Seketika saya mengingat kejadian adanya fenomena jawakarta. Ketika itu liburan semester saya pergi ke Semarang untuk menemui teman SMA. Pada awalnnya semua masih terasa normal mendengar teman saya berbahasa jawa dengan logat medhoknya.
Namun, ada satu waktu dimana mereka menggunakan gue-lo saat bercerita tentang perkuliahannya. “Ghue waktu itu nek ikut kepanitiaan cuwapeknya gak ngotak ndes.” Kalimat tersebut dilontarkan oleh salah satu teman saya dan itu merupakan salah satu contoh penggunaan gue-lo dalam jawakarta.
Mereka tidak setiap waktu menggunakan jawakarta dalam obrolan. Sekali dua kali mendengarkan mereka menggunakan gue-lo di Semarang masih terasa kocaknya, karena logat medhok mereka tidak hilang saat mengucapkan kata itu. Sampai-sampai saya merasa sedikit risau seolah menggunakan gue-lo bisa meningkatkan derajat kerennya seseorang. Apakah ini hanya tren sementara ataukah akan berdampak jangka panjang terhadap identitas budaya daerah?