Dahulu, gerbang kesetaraan itu tertutup rapat. Bayangkan, ketika izin usaha kecil harus menggunakan alamat kantor, belum lagi kredit permodalan minimal Rp 50 juta. Sejak lama, peraturan itu dianggap wajar. Ketika peraturan itu kita pandang dari kacamata pengusaha kecil, akan terlihat bias ketimpangan yang begitu besar.
Kami ingin kesetaraan tak berhenti di tataran filosofis. Maka, izin usaha mikro kecil (IUMK) kita dorong agar relevan dengan kebutuhan pegiat usaha kecil. IUMK diterbitkan sebagai gerbang awal insentif bagi para pengusaha pemula.
Perizinan semacam ini perlu kita pandang bukan sekadar kebutuhan administrasi, melainkan kita gunakan sebagai terobosan untuk kesetaraan. Skala pinjaman, misalnya, sebelumnya besarannya memberatkan pengusaha pemula sehingga terjadi ketidaksetaraan akses permodalan.
Kita berinovasi agar bisa lebih relevan dengan kebutuhan usaha pemula, pinjaman bisa dilakukan mulai dari Rp 5 juta-Rp 10 juta. Ini juga didukung layanan perizinan yang dipercepat dan alamat rumah bisa diakui sebagai domisili usaha. Upaya-upaya itu merupakan manifestasi agar ketimpangan tidak sekadar ditopang jaring pengaman sosial, tapi melalui instrumen yang basisnya kesetaraan.
Ekosistem ekonomi yang setara perlu didukung dengan ekosistem sosial yang lestari. Keduanya harus saling menguatkan, bukan meniadakan.
Masyarakat guyub dan sejahtera
Jika Pancasila dilihat tujuan akhirnya, terlihat bahwa keadilan bagi semua adalah tujuan utamanya. Sejak awal, para pendiri Republik ini menyadari betul kekuatan ekosistem sosial warga yang kokoh jika ditata di atas rasa keadilan.
Keberagaman manusia Indonesia adalah karunia Allah, tetapi mendorong masyarakat bersatu dan guyub adalah ikhtiar bersama. Guyub berarti mewujudkan interaksi yang saling menguatkan antara warga dan penyelenggara negara.
Discussion about this post