“Kalau setiap hari dilintasi tongkang, pastinya gelombang air menjadi besar dan dapat merusak wilayah pinggiran sungai. Inilah yang kami khawatirkan,” katanya.
Menurutnya, aktivitas tongkang batubara sebenarnya sudah sempat berjalan sekitar dua tahun yang lalu. Namun, baru beroperasi enam bulan, aktivitas tongkang berhenti. “Sempat vakum sekitar dua tahun lalu. Tidak tahu kenapa. Tapi, sekarang mau mulai lagi. Ini yang kami protes,” ucapnya.
Dia menjelaskan, masyarakat yang dilintasi tongkang tersebut cukup terganggu. Sebab, masih banyak warga yang menggantungkan pendapatannya dari menangkap ikan di sungai.
“Nelayan saat ini sudah banyak kehilangan pendapatan. Akibat sungai yang tercemar. Kalau ditambah aktivitas tongkang lagi, maka mereka bisa benar-benar habis. Tidak ada ikan yang bisa ditangkap,” terangnya.
Kalaupun perusahaan tetap memaksakan rencananya, mereka meminta kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan dari aktivitas pengangkutan tongkang.
Informasi yang dihimpun berlanjutnya aktivitas pengangkutan batubara oleh perusahaan ini, setelah Musi Prima Coal mengantongi izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dinilai Kawali Sumsel salah prosedur dan sasaran.
Sebab dalam surat itu disebutkan kalau perusahaan telah memenuhi persetujuan lingkungan atau izin UKL-UPL, meskipun saat ini perusahaan juga tengah mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bernomor SK1502/MenLHK-PHLHK/PPSA/GKM-02/2022.
Sebelumnya diberitakan bahkan aktivis lingkungan Kawali Sumsel justru mempertanyakan ketegasan Pemerintah terhadap perusahaan tambang PT Musi Prima Coal.
Dari sejumlah Bupati yang telah menjabat, menurut Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah, tidak ada satupun Bupati yang mampu menyetop aktivitas perusahaan perusak lingkungan ini. (SMSI Sumsel)
Discussion about this post