Menggandeng KPK dan Menyiapkan Pasal Berlapis
Ade Safri mengungkapkan, penanganan kasus dugaan pemerasan ini tak hanya melibatkan penyidik Polda Metro Jaya, tapi juga Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Tim penyidik gabungan itu telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada 9 Oktober lalu kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kemarin, giliran kejaksaan mengirim surat berisi penunjukan jaksa penuntut umum yang akan memantau penyidikan ini.
Selain itu, Polda Metro Jaya telah mengajukan permohonan supervisi kepada KPK dalam penanganan kasus ini. Lewat surat tertanggal 11 Oktober 2023 itu, Polda Metro Jaya meminta pimpinan KPK menugaskan Deputi Bidang Koordinasi Supervisi Didik Agung Widjanarko. “Pelibatan dalam rangka koordinasi dan supervisi, salah satunya dalam bentuk gelar perkara bersama,” kata Ade Safri. Menurut dia, pelibatan KPK itu sebagai upaya transparansi dalam penyidikan kasus ini.
Polisi dan KPK memang beririsan di pusaran kasus Firli dan Syahrul. Firli dibidik karena diduga memeras Syahrul yang sejak 2021 diadukan ke komisi antirasuah atas sejumlah kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Sedangkan Syahrul kini juga telah berstatus tersangka di KPK. Penanganan dua kasus ini seakan-akan berkejaran dalam sepekan terakhir.
Puncaknya terjadi ketika penyidik KPK menangkap Syahrul pada Kamis sore, 12 Oktober lalu. Syahrul diciduk di Apartemen Oakwood di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia tiba di gedung Merah Putih KPK pada malam hari dengan tangan terborgol.
Penangkapan ini mengejutkan. Sebab, sehari sebelumnya, penyidik KPK telah menjadwalkan pemeriksaan Syahrul pada Jumat, 13 Oktober. Lewat kuasa hukumnya, Syahrul juga telah mengkonfirmasi akan memenuhi panggilan tersebut. Namun pada hari yang sama dengan dilayangkannya surat pemanggilan, 11 Oktober lalu, Firli meneken surat perintah penangkapan.