Jadi siapakah yang mempunyai “Takah, tageh dan tokoh itu?” Itu semua kembali kepada selera dan pandangan masing masing terhadap calon pemimpin yang akan dijadikan sebagai pemimpin, karena selera dan pandangan orang tidak sama.
Apapun pilihan diharapkan tentunya dengan pertimbangan kearifan masing masing, tapi yang harus diingat bahwa memilih pemimpin hanyalah memilih Raja yang cuma “ditinggikan sarantiang, didahulukan salangkah”, bukan Raja yang segala titahnya adalah kebenaran.
Masyarakat Minangkabau sangat memberikan apresiasi kepada pemimpinnya dengan patuh dan taat, apabila pemimpinnya bertindak adil dan bijaksana, Pemimpin itu juga siap dikritik atau diberi masukan oleh berbagai pihak untuk menjalankan tugas kepimpinannya, karena pemimpin juga manusia yang tidak bisa lepas dari salah.
pemimpin di Minangkabau bukan pemimpin yang dikultuskan. Mereka, yang ditunjuk sebagai pemimpin, hanya ditinggikan seranting, didahulukan selangkah. Artinya, Demokrasi begitu hidup.
Bahkan, siapa saja di Minangkabau, tanpa menunjuk latar, asal, pangkat dan jabatan, punya hak untuk mengkritik.
“Rajo adia rajo disambah, rajo zalim rajo disanggah”.
Artinya, ketaatan orang Minangkabau pada pemimpinnya, berlaku Ketika pemimpinnya adil dan amanah. Tapi, ketika pemimpinnya sudah zalim, keluar dari jalur, masyarakat Minangkabau akan lantang bersuara, mengkritik.
Filosofi inilah yang pada akhirnya membuat kita paham, kenapa orang Minangkabau, sebagai
Pemilih( masyarakat Minangkabau) harus punya keberanian buat mengkritisi pilihannya / pemimpinnya,maka terjadi ungkapan seperti diatas tadi tentang Pemimpin seperti kata pepatah “rajo alim rajo disambah rajo zalim rajo disanggah”.
Semoga kita dapat menemukan dan menentukan pemimpin yang didambakan setiap orang atau kelompok masyarakat untuk kemajuan bersama yang terbaik.