Oleh: Maihendrik, S.E
Prnewspresisi.com–Sederhana memang, kata yang sering didengar atau kita dengarkan, apalagi tulisan tersebut ditulis pada sebuah kantor pelayan umum, “Budayakan Antre”, tapi apakah kita sudah membudayakan Antre itu sendiri?
Mungkin sebagian dari kita untuk melaksanakannya Antre itu sangat begitu susah, malahan kita tidak mau melaksanakannya, karena kita beranggapan bahwa kita mesti harus di perioritaskan atau dilayani lebih dahulu.
Banyak alasan yang dikemukakan, bisa jadi karena kita orang yang memangku jabatan yang lebih tinggi, mungkin kita orang yang memiliki kuasa wilayah, ataupun banyak alasan lain yang menyebabkan kita tidak mau melakukan antre.
Tentu jadi pertanyaan bagi kita, kapan sih budaya antre ini di ajarkan? Apakah mulai disekolahan, atau cukup di pelajari di lingkungan masyarakat saja?
Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh pakar pendidikan Australia, bahwa Negara Jepang sudah membudayakan budaya antre tersebut ketika masuk pendidikan semenjak dini.
Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran Guru yang ada di Negara Australia, mereka sangat khawatir kalau anak murid mereka tidak bisa berprilaku antre dari pada mereka tidak bisa menyelesaikan mata pelajaran matematika.
Tentu ada alasan mengapa Guru tersebut berpendapat demikian, pertama Guru membutuhkan waktu 3 bulan lamanya secara intensif untuk mengajarkan matematika, sementara kita membutuhkan 12 tahun, bahkan bisa lebih lama malah untuk bisa belajar mengatre, serta bisa mengingat pelajaran dibalik proses mengantre tersebut.
Ke dua, tidak semua anak menggunakan ilmu matematika, kecuali kabataku (kali, bagi, tambah, kurang), karena kita tidak tahu mereka akan menjadi apa, bisa jadi mereka akan menjadi penari, pelukis, olah ragawan, negarawan, dan lain-lain.
Ke tiga, pasti setiap anak yang bersekolah membutuhkan pelajaran, etika moral dan berbagi dengan orang lain untuk dewasanya kelak.
Terus, apa sih hikmah pelajaran mengantri diberikan kepada anak sejak usia dini? yang pertama anak akan belajar manajemen waktu sedari awal, sehingga anak bisa mengatur dirinya sendiri.
Yang ke dua, anak akan berlatih dan belajar bersabar menunggu gilirannya, seandainya dia mendapat giliran di tengah apalagi dapat giliran paling akhir.
Jika mau mengantri paling depan, tentu anak akan datang lebih awal, dan harus juga memiliki persiapan lebih awal lagi.
Yang ke tiga adalah, anak akan belajar menghormati hak orang lain, dengan secara tidak sengaja, anak akan belajar bagaimana menghargai hak orang lain yang pertama datang, sehingga tidak perlu kita memaksakan keegoisan kita terhadap orang lain.
Yang ke empat adalah anak belajar disiplin setara, yaitu disiplin dengan tidak menyerobot hak orang lain, sehingga orang lain tidak merasa dirugikan oleh kita
Yang ke lima adalah, anak belajar untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa di lakukan dalam mengatasi kebosanan selama mengantre, apakah dengan bermain gadget, atau membaca buku, koran, majalah, atau sebagainya.
Sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat Jepang, dikala mereka menunggu antrean, mereka akan menyibukkan diri mereka dengan hal-hal yang bermanfaat.
Yang ke enam, adalah anak akan belajar bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam antrean, sehingga anak akan mengenal orang lain yang tidak dikenalnya baik yang ada di depan atau di belakang antreannya.
Yang ke tujuh, adalah akan belajar tabah dalam menjalani proses dalam mencapai tujuannya,
Yang ke delepan, adalah anak akan belajar hukum sebab dan akibat, dimana anak akan merasakan akibat datang terlambat maka akan mendapatakan konsekwensina adalah antreannya dibelakang.
Yang ke sembilan, adalah anak akan belajar disiplin, teratur, dan menghargai orang lain.
Yang ke sepuluh, adalah anak akan belajar tentang rasa malu apabila dia datang terlambat dan menyerbot orang lain
Apakah kita masih tidak mau ataupun masih malas mengajarkan kepada anak – anak kita, generasi penerus bangsa, yang tidak mau bersikap untuk tetap antre.
Discussion about this post