Konsep itu yang dibawa Ki Hadjar Dewantara bagi bangsa ini dengan harapan tak digerus perkembangan zaman. Serta, menjadi cetak biru dalam membangun pendidikan Indonesia. Angka tidak boleh menjadi tolak ukur dalam pengembangan bakat.
Kurikulum jangan dijadikan alat untuk menjajah anak didik. Terjajahnya anak didik dalam kurikulum, malah membunuh pengembangan bakat yang digaungkan oleh pahlawan nasional itu.”Pikiran kok sampai terjajah? itu artinya terjajah intelektualisme. Ki Hadjar anti intelektualisme. Dia bilang, saya tidak suka orang yang terlalu intelek tapi mengabaikan karakter. Artinya belajar itu terlalu kognitif. Tapi afeksinya, rasanya, kadang-kadang hilang,” jelas dia, sembari mengenang sosok Ki Hadjar Dewantara yang terkenal garang di depan kelas.
Ia melanjutkan, pendidikan karakter dalam membangun bakat semakin terasa penting dan tak boleh tersingkirkan. Karakter merupakan kunci utama dalam membangun setiap insan pendidikan. Guru bisa mengukur kemampuan anak didiknya dengan cara yang lebih deskriptif. Bagi Ki Priyo, uraian kalimat ini bisa menjelaskan seperti apa karakter anak didik yang sesungguhnya. Tinggal bagaimana Nadiem menentukan kebijakan. Menteri pendidikan harus memutar otak. “Tidak hanya numeratif, tapi juga uraian kalimat yang bisa menjelaskan karakter si anak itu sesungguhnya bagaimana. Tetapi tidak kemudian memberikan beban berat kepada guru, sehingga saat menilai siswa itu seperti membuat skripsi, kasihan dia. Dibuatlah yang lebih sederhana,” paparnya.
Ki Hadjar Dewantara tak pernah mematok anak didiknya di kelas kelak akan menjadi apa. Ki Hadjar Dewantara memerdekakan anaknya saat belajar apapun, berdasarkan bakat mereka. Bekal itulah yang harus dibawa anak Indonesia untuk berdaulat atas dirinya sendiri. Belajar merdeka dipercaya pula dalam membawa Indonesia sebagai negara yang maju.
Indikator negara maju dapat dilihat dari kemampuan lulusan akademiknya dalam membuka lapangan kerja. Sayang, hal ini belum menjadi mindset atau dasar berpikir anak negeri, karena luput dari arti belajar merdeka ala Ki Hadjar Dewantara. Saat ini, lulusan Indonesia baru mampu menjangkau angka dua persen dalam urusan membuka lapangan kerja. Padahal, idealnya untuk dikatakan sebagai negara maju, harus ada empat persen dari lulusan Indonesia yang bisa membuka lapangan kerja.
Jadi keberhasilan seorang peserta didik tidak terlepas dari peran seorang guru. Guru diibaratkan sebagai seorang petani dan tukang kebun. yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak).
Discussion about this post