Sementara konstitusi Indonesia tidak melarang anggota keluarga pemimpin untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, sedangkan Rangkuti dari Lingkar Madani mengklaim itu bukan proses yang adil.
“Itu tidak adil. Mungkin ada penyalahgunaan kekuasaan dalam permainan, ”katanya.
“Menggunakan popularitas anggota keluarga untuk memenangkan suara tidaklah adil.”lanjutnya.
Dia juga mengatakan bahwa hal itu dapat mengarah pada korupsi, sebuah praktik yang terlihat di Indonesia pada dinasti politik daerah seperti di Provinsi Banten dan di Kalimantan.
Banten telah diperintah selama bertahun-tahun oleh anggota keluarga yang sama, beberapa di antaranya terlibat kasus korupsi. Khususnya, mantan gubernur Ratu Atut Chosiyah dijatuhi hukuman penjara pada tahun 2014 karena korupsi tetapi keluarganya terus memimpin provinsi tersebut.
Di Provinsi Kalimantan Timur, mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais menciptakan dinasti politiknya sendiri. Kutai Kartanegara dianggap sebagai kabupaten terkaya di Indonesia saat itu.
Namun, Rais terjerat kasus korupsi pada 2006. Putrinya Rita Widyasari, yang pada 2010 juga menjadi Bupati Kutai Kartanegara, divonis 10 tahun penjara pada 2018 karena korupsi.
Kenawas dalam analis lainnya, mengatakan bahwa politisi harus memperhatikan citra mereka, bahkan jika hukum Indonesia tidak melarang anggota keluarga yang berbeda untuk mencalonkan diri dalam pemilihan.
“Jokowi misalnya sudah jadi brand. Ada harapan karena merek tersebut, dalam jangka panjang, ada kualitas tertentu dari dinasti Jokowi yang dapat diwakili oleh mereknya.”
Discussion about this post