Perusahaan ini dipimpin Direktur, Ivan Wiratiana dan Komisaris Andrey Permana. Kokos Leo Lim alias Kokos Jiang sendiri merupakan koruptor yang merugikan negara sebesar Rp 477 miliar. Kokos melakukan serangkaian perbuatan yaitu tidak melakukan desk study dan kajian teknis, melakukan pengikatan kerja sama jual-beli batu bara yang masih berupa cadangan serta membuat kerja sama tidak sesuai spesifikasi batu bara yang ditawarkan.
Selain track record pemilik perusahaan yang pernah melakukan korupsi sektor pertambangan, operasional perusahaan itu sendiri pernah mendapat sanksi administratif dari DLHP Provinsi Sumsel. Surat keputusan penerapan sanksi administratif paksaan tersebut bernomor 0687/KPTS/DLHP/B.IV/2021 yang dikeluarkan November 2021.
Dalam sanksi disebutkan, Prima Lazuardi Nusantara tidak melakukan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tercantum dalam dokumen lingkungan hidup AMDAL (ANDAL,RKL/RPL,Matrik). Perusahaan juga tidak melakukan perubahan dokumen lingkungan sesuai dengan penambahan kapasitas produksi, perluasan lahan dan/atau kegiatan, terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan terjadi perubahan dampak dan/atau resiko terhadap lengkungan hidup berdasarkan hasil kajian analisis resiko lingkungan hidup.
Tidak melakukan perencanaan penambangan good mining practice sehingga terhadi penambangan diluar IUP yang dilakukan entitas lain dengan total seluas 9,78 hektar.
Perusahaan juga tidak melakukan pengelolaan pengendalian pencemaran air berupa IPAL Domestik yang tidak memiliki izin, tidak memiliki flowchart neraca air di area bekas tambang pada pit aktif, dimana catchment area dialirkan ke beberapa areal bekas tambang tersebut. Tidak ada kegiatan pengukuran kualitas air limbah domestik pada Semester 1 Tahun 2021, tidak melakukan pemantauan debit harian dan debit rata-rata bulanan.
Tidak melakukan pengukuran beban pencemaran air limbah yang wajib memenuhi baku mutu pada setiap parameter air limbah domestik dan melaporkannya pada aplikasi SIMPEL. Tidak melakukan pemantauan parameter pH dan debit air harian limbah domestik serta air permukaan di Hulu dan Hilir Sungai Air Kurup 3.
Tidak membuat saluran air limbah yang kedap air, mengukur debit harian dan PH Ai untuk air limbah proses KPL, air limbah domestik serta menghitung beban pencemaran.
Perusahaan juga tidak melakukan pengendalian pencemaran udara seperti tidak melakukan pemantauan dengan parameter HC dan dustfall, pemantauan udara emisi cerobong genset dab belum membuat serta melaporkan hasil pemantauan sumber emisi kepada DLH OKU, DLHP Sumsel dan KLHK melalui Aplikasi SIMPEL.
Perusahaan tidak melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun seperti tidak melakukan penyimpanan B3 pada gudang penyimpanan bahan di areal workshop, gudang tidak dilengkapi APAR, pengemasan bahan kimia tidak sesuai dengan fase serta karakteristik jenis B3 serta kemasan B3 tidak dilengkapi dengan simbol dan label.
Selain itu, perusahaan tidak melakukan pengendalian kerusakan lingkungan berupa pembersihan pada lahan yang terjadi indikasi erosi berupa alur dan parit sedimentasi, meninggalkan setiap tahapan pengupasan tanah pucuk terlalu lama, meninggalkan setiap tahapan pengupasan batuan penutup terlalu lama, penambangan dan penimbunan yang tidak berkesinambungan sehingga hampir seluruh KPL mengalami pendangkalan.
Sanksi itu juga yang membuat perusahaan mendapatkan predikat Proper Merah dari KLHK di tahun 2022. (SMSI Sumsel)