Seperti yang diketahui, proses rukyah membutuhkan beberapa langkah. Pertama, penunjukan 124 titik atau tempat di seluruh negeri untuk melihat bulan sabit (ini tahun 2023). Kita bisa membayangkan berapa banyak orang yang terlibat.
Jika di satu tempat ada 10 anggota tim, maka akan ada setidaknya 1.240 orang yang terlibat secara nasional. Setiap tim harus mengirimkan laporan ke Kementerian Agama (Kemenag).
Tim besar di Jakarta kemudian harus meringkas laporan yang dikumpulkan dari berbagai lokasi nasional. Akhirnya, hasilnya akan diumumkan dalam pertemuan besar lainnya yang dihadiri oleh banyak orang “penting” di Jakarta. Apa implikasi dari kegiatan ini?
Apa lagi selain anggaran besar yang harus disetujui dan akhirnya dikeluarkan. Sampai saat ini belum ada informasi yang terbuka atau diungkapkan oleh Kemenag RI. Perhitungan kasar akan menunjukkan bahwa anggaran untuk kegiatan ini bisa mencapai ratusan juta rupiah atau lebih.
Bahkan mungkin jika anggaran menyentuh sekitar 1 miliar rupiah, per satu kali istbat. Kalau dua kali (awal dan akhir Ramadhan), maka jumlahnya tentu sedikitnya Rp. 2 Milyar
Ketika kita berpikir tentang efektivitas dan efisiensi, dan begitu banyak orang miskin di negara ini, maka sulit untuk menghindari kesimpulan bahwa pilihan rukyah tidak lagi bijak untuk diteruskan.
Bukankah jauh lebih bermanfaat jika dana yang digelontorkan untuk rukyah selama ini diberikan kepada kaum fakir dan miskin, sedangkan menentukan Ramadhan atau Syawal, cukup pakai hisab. Wallahu a’lam bisshawab.