Prabowo yang dimintai konfirmasi awak media mengaku dirinya tak menolak jika berpasangan dengan Ganjar asalkan pemilu berjalan damai. “Siapa pun yang diberi mandat oleh rakyat, kita harus hormati,” kata Prabowo, Kamis (21/9) kemarin.
Ganjar juga membuka kemungkinan berpasangan dengan Prabowo. “Kalau politik itu, sebelum nanti ditetapkan di KPU, semua peluang bisa terjadi,” kata politikus PDIP ini setelah menghadiri rapat Tim Pemenangan Nasional poros koalisinya di gedung High End, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/9) lalu.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, berpendapat bahwa opsi menduetkan Ganjar dan Prabowo sudah lama menggelinding. Bahkan Presiden Jokowi ikut memberikan sinyal agar kedua figur tersebut berpasangan. “Tapi sepertinya menduetkan keduanya sekarang sudah sulit karena masing-masing ingin menjadi yang nomor satu (capres),” kata Ujang.
Menurut Ujang, kedua figur itu akan berpasangan ketika ada kejadian yang mendesak. Misalnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu, yang mengatur usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun. Para pemohon menghendaki usia calon diturunkan menjadi 35 tahun, persis sama dengan umur putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Nama Wali Kota Solo itu menjadi salah satu kandidat calon wakil presiden di Koalisi Indonesia Maju. Koalisi ini tengah menunggu hasil uji materi Pasal 169 huruf q untuk memutuskan Gibran sebagai cawapres.
Ujang mengatakan, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Pasal 169 huruf q ini, Gibran berpeluang besar menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo. Kondisi ini akan memaksa PDIP untuk menduetkan Prabowo dan Ganjar.
“Karena kalau Prabowo sampai berpasangan dengan Gibran, PDIP bakal berat untuk melawan Presiden (Jokowi) yang mendukung Prabowo,” ujar Ujang.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, mengatakan duet Ganjar-Prabowo sulit terwujud kecuali terdapat tekanan dan paksaan untuk mengawinkan kedua figur tersebut. Ia mengatakan partai pendukung kedua figur pasti sama-sama berkukuh menjadikan jagoannya sebagai calon presiden.
Pertimbangan lain, kata dia, Prabowo tidak mempunyai alasan untuk menjadi calon wakil presiden. “Karena elektabilitas partainya bergantung kepadanya,” kata Dedi.
Ia melanjutkan, PDIP juga tidak memiliki alasan kuat untuk berkoalisi dengan Prabowo. Sebab, partai ini sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden dan berpeluang memenangi pemilu.(*)
Sumber : Tempo