Kemudian pihak sekolah juga bisa membuat langkah dengan memisahkan anak yang tergolong “bandel” dan “biang kerok” ke dalam kelas khusus. Di kelas khusus itu mereka diberikan penyuluhan dan bimbingan secara berkelanjutan.
Anak yang berada di kelas khusus itu diwajibkan mengikuti ekskul yang bernuansa keagamaan, seperti kegiatan ROHIS (Rohani Islam) atau bahkan mewajibkan mereka mengikuti ekskul tahfizh Al-Qur’an, supaya mereka selalu dekat dengan Al-Qur’an.
Ketiga, pemerintah kab/kota juga bertanggung jawab terhadap keberlangsungan perkembangan jiwa pelajar, khususnya di kota Padang. Pada bulan ramadhan yang lalu, pelajar tingkat SD dan SMP di kota Padang melaksanakan kegiatan Pesantren Ramadhan di masjid/mushalla masing-masing.
Sesuai dengan aturan pelaksanaannya, nilai Pesantren Ramadhan dimasukkan ke nilai rafor mapel Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah. Jadi bagi anak yang tidak mengikuti Pesantren Ramadhan, nilai rafornya di sekolah bisa menjadi merah alias tidak tuntas. Dengan program-program seperti ini rasanya sangat efektif untuk mengendalikan kenakalan remaja yang sedang merebak.
Di luar Ramadhan, hendaknya pemerintah kota Padang kembali mengaktifkan program-program yang bernuansa agama tersebut, seperti kegiatan wirid remaja, dalam beberapa waktu ini bisa dikatakan vakum.
Discussion about this post