“Jadi sejak UU otonomi daerah tahun 2003 sampai 2016 itu kewenangannya memang ke kabupaten kota. Karena ini berada di Kabupaten Lahat maka izin lingkungan pertama dikeluarkan oleh Bupati Lahat,” terangnya.
Lalu, di tahun 2016-2019, sewaktu kewenangan tata kelola tambang diserahkan ke Pemprov Sumsel, kewenangan izin lingkungan masih berada di kabupaten kota. Sehingga, tidak ada perubahan.
“Nah, kalau ada indikasi penambangan di luar IUP seperti yang disampaikan tadi, jelas ada pelanggaran aturan. Sebab, ada perubahan aktivitas perusahaan. Dari yang tadinya hanya di dalam IUP menjadi di luar IUP. Dan itu perlu izin yang diperbarui. Kalau sekarang kewenangannya ada di KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” terangnya.
Terkait temuan Lentera Hijau Sriwijaya, Yulkar mengatakan akan segera menindaklanjutinya dengan melaporkan ke KLHK serta melakukan kroscek data ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lahat dan meninjau langsung lokasi yang diduga ada aktivitas penambangan di luar IUP.
Jika temuan tersebut benar, maka perusahaan bisa dikenakan sanksi. Dalam penegakan hukum pelanggar lingkungan, pihaknya melakukan pendekatan ultimatum remedium atau sanksi administrasi.
“Sanksinya perusahaan akan diminta memenuhi perizinan yang belum terpenuhi, melakukan pemulihan lingkungan yang rusak atas aktivitas penambangan yang dilakukan,” ucapnya.
Sementara, apabila terdapat korban dari aktivitas penambangan yang dilakukan. Seperti warga yang meninggal, sakit atau luka dari dampak penambangan tersebut. Maka perusahaan bisa dikenakan sanksi pidana.
“Ancamannya bisa lima tahun kurungan penjara,” tegasnya.(*)
Discussion about this post