Kakek-nenek kita dulu luar biasa hebatnya. Merekalah yang melahirkan Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Pak Muhammad Yamin, Mohammad Natsir, Tan Malaka, Pak Asaat, Buya Hamka, Sutan Mohamad Rasyid, Imam Bonjol, Inyaiak Canduang, Inyiak Parabek, Inyiak Jao, Rahmah El- Yunusiah, Rasuna Said, dan Prof. Dr. Zakiah Darajat (doktor wanita pertama Indonesia tamatan Mesir).
Atau para sastrawan dan budayawan besar seperti Marah Rusli, Chairil Anwar, Usmar Ismail, Asrul Sani, Rosihan Anwar, dan lain-lain.
Juga para pengusaha besar seperti Rahman Tamin, Hasyim Ning, Abdul Latief, hingga generasi Santi Soedarpo dan Nurhayati Subakat yang merupakan produsen kosmetik halal terbesar di Indonesia bahkan Asia Tenggara.
Banyak lagi tokoh lainnya yang tak mungkin disebutkan satu persatu karena demikian banyak orang hebat dari generasi ke generasi dari ranah Minang yang permai dari dulu hingga kini.
sebagian besar bahkan sudah ada ketika belum ada Pemerintah Daerah, DPRD atau perguruan tinggi di Sumbar.
Semua tokoh dan orang-orang hebat itu, dari dulu hingga kini, mudah mudahan nanti akan kita jumpai nama dan siapa mereka dalam buku “1001 Tokoh Minang” yang saya dengar sekarang disusun oleh sebuah tim yang dipimpin oleh wartawan senior, penulis dan pemerhati sejarah Hasril Chaniago.
Lalu, jika kini Sumatera Barat/Minangkabau dianggap sedikit melahirkan ulama dan tokoh hebat masional, sebaiknya kita tak perlu membela diri.
Tetapi, perlu menjadi renungan bagi kita semua, apakah masyarakat Minang kini tak sehebat sekolah-nenek kita yang minim tapi punya pandangan dan pandangan jauh ke depan kita yang hidup sekarang dan berpendidikan?
Tentu tak elok jika kita menyebut- nyebut kehebatan tokoh masa lalu yang kita tak mempelajari berjasa di atasnya, tetapi kita lalai melihat putra-putri masa depan Minang yang hebat pula sebagai legasi kita untuk Minang mendatang.
Kehebatan masa depan itu tentu bisa semakin dapat diraih bila kehadiran Pemerintah daerah ikut mendorongnya.
Biarlah politik berjalan dengan nafasnya, tapi atas nama negeri yang “samalu sahino”, atau atas nama “malu yang tak bisa dibagi”, bersatu jugalah kita demi kemajuan dan kebaikan sendiri masyarakat, daerah dan ranah yang kita cintai ini.(***)
Discussion about this post